Minggu, 18 Januari 2015

Ini Kita, di bawah teriknya mentari, di tengah indahnya senja, dan di dalam dinginnya malam

Kita.

Kita yang tertawa lepas dibawah teriknya mentari, indahnya senja, dan dinginnya malam.

Perpisahan telah menutup cerita aku dan kita dalam rumah kecil ini. Usai sudah amanahku sebagai anak keempat dari empat bersaudara di rumah kecil yang ramai itu siang tadi. Usai sudah amanah yang kau titipkan kepadaku dan ketiga saudaraku.

Keempat anak luar biasa yang dipilih dan dididik oleh seorang ibu yang lebih luar biasa. Keempat anak terpilih dari sepuluh calon anak yang duduk didepanmu awal Januari tahun lalu. Keempat anak yang kau pikir akan saling melengkapi satu sama lain dengan masing-masing karakternya.

Teringat percakapan beberapa hari lalu, kupas segala cerita awal kau mempertemukan keempat anakmu ini. Usah jerih payah pikiran dan hatimu berbincang dengan Illahi dalam menentukan yang terbaik, hingga muncullah bayangan wajah kami di dalam mimpi indahmu.

Sedikit mengingatkan kalian pada kata-kata si anak ketiga, teteh, "Masih ingatkah kita dengan dia yang berjanji dan begitu berambisi mengejar-ngejar ibu kita kemanapun ia pergi? Masih ingatkah kita dengan dia yang meninggalkan ruangan eksekusi untuk izin ke kamar mandi namun tak jua kembali? Masih ingatkah kita dengan dia yang masih begitu polos dan terbuka ketika berbicara? Masih ingatkah kita dengan dia yang minta divideokan setiap janji dan kata-katanya?", masih ingatkah kalian? Begitu manis diiringi geli tawa bukan ketika mengingatnya? Tapi pasti akan berbeda rasanya jika kita baca kata-kata tersebut beberapa hari lagi.

Tak henti-hentinya membuka album yang terbingkai natural itu sebelum hari ini, begitu indah, begitu manis, begitu romantis malah, sayangnya semua itu telah terbingkai dalam lini yang tak akan bisa diulang kembali, mungkin kita dapat membuat bingkai baru, tapi tak seindah bingkai kemarin. Tak apalah, setidaknya kita punya cerita ini, yang mungkin akan membuat anak cucu kelak cemburu akan cerita manis kita.

Teruntuk kenangan-kenangan yang hingga saat ini masih jelas berputar dan berlari dalam memori.
Teruntuk tawa yang selalu terselip di tengah-tengah keputusasaan.
Teruntuk lelah yang masih jadi alasan untuk saling menguatkan.
Teruntuk emosi yang selalu terlepas saat tak ada dinding pembatas diam.
Teruntuk diam yang menjadi pelajaran berharga di tengah riuhnya problema.
Teruntuk perjalanan yang hingga kini sulit ku temukan dimana titik lelahnya.
Teruntuk langkah yang selalu maju dan enggan mundur ke belakang.
Teruntuk semua yang menjadi pelajaran paling berharga dan terindah sejak kali pertama aku panggil kalian "Emak, Teteh, Abang, dan Aa" hingga detik ini.

Teruntuk Ka Farah Novia, Mak, terima kasih telah menjadi sosok ibu serta panutan bagi keempat anakmu ini, teramat luar biasa caramu mendidik kami menjadi anak-anak yang kompak hingga bisa mandiri berjalan tanpamu di titik-titik akhir perjalanan kami. Memang banyak yang tahu kau beda dengan yang lain, tetapi kami menilaimu bukan berdasarkan keunikanmu, melainkan sikap kritis dan kreatif yang selalu kau tunjukkan kepada kami, berisik memang, tetapi akhirnya engkau mengakui bahwa dengan cara itulah kau mencintai kami. Terimakasih atas segalanya, satu tahunnya, maaf aku tak dapat merangkai dengan indah segala kasihmu setahun ini, yang jelas kau adalah sosok orangtua terhebat di rumah itu.

Teruntuk Desra Eka Putri, Teh, kamu sosok yang berusaha kuat dengan prinsip terbaikmu. Kakak wanita satu-satunya yang aku punya dalam keluarga kecil ini. Sosok yang sering sok kuat di titik-titik akhir kelelahannya. Belajar mendengar saat pisau pertama itu menancap hatimu di tengah senja. Kuatkan pundakmu sebagai orangtua yang sebentar lagi mempunyai anak-anak baru dan melahirkan generasi baru. Aku, sebagai adikmu, selalu siap mendengar keluhanmu saat kata-katamu hampir tak dapat terlontarkan hanya dengan sapa 'kabar'.

Teruntuk Osy Benu Ismail, Abang, sosok yang selalu tersenyum atau bahkan tertawa, walaupun sering tak jelas apa yang menjadi alasan senyum dan tawanya, tapi aku akui kau hebat menyembunyikan problemamu, bang. Kakak lelaki pertama yang sering menggoda adik bungsunya ini memang cekatan. Dibalik sosok centilmu, kamu bijaksana sekali dengan gampangnya menenangkan di tengah kepanikan adik-adikmu ini, di titik akhir kegelisahan kami, dan sosok yang selalu menemaniku saat melihat kedua kakakku yang lain sedang bertengkar atau sekedar berdebat di atas rerumputan atau batako abu-abu itu. Seseorang yang berbisik saat tahu raut wajahku mulai berubah di tengah keramaian. Tak banyak pintaku, jalani amanahmu dengan sikap bijaksana mu itu.

Teruntuk Jeco Laprati, Aa, sosok yang mudah tergoyahkan pikirannya dengan satu gertakan saja, sosok yang mau belajar di tengah keterpurukannya. Kakak lelaki kedua ku ini teramat sabar menghadapi adik bungsunya yang terkadang mengomel karena ulahnya. Maafkan aku yang kadang marah kepadamu kurangi sikap menyebalkanmu yang juga sering meledekku, tak apa selama aku juga masih bisa meledekmu. Jangan terjatuh kembali ke lubang yang sama saat kamu sudah dengan sangat hati-hati menuju kebenaran, aku percaya kamu bisa, kuatkan hatimu, pakai topengmu.

Teruntuk keluargaku, terimakasih telah mengajarkan aku indahnya perbedaaan, hingga akhirnya aku tahu perbedaan kita bisa membuat kita untuk tetap saling menguatkan dan berdiri tegak saat diterpa badai dan petir sekalipun.

Hari terus berganti, aku menjadi satu-satunya anak yang keluar dari rumah kecil ini, adik bungsu mu ini berjalan sendiri, tetapi tenanglah, aku akan baik-baik saja, walaupun mungkin beberapa minggu lagi aku akan cemburu saat melihat kalian berjalan bersama keluarga baru kalian, walaupun beberapa hari lagi aku akan rindu pada pertemuan kita yamg hampir setiap hari itu, walaupun beberapa detik lagi air mata akan menetes saat membaca ulang kata-kata ini.

Kenangan-kenangan itu bisa menjadi obat penawar rindu ku terhadap kalian, doakan adik bungsu mu yang pesakitan ini ya agar bisa melawan penyakitnya, doakan aku juga agar aku bisa mencintai keluarga ku yang baru, doa terakhirku tak lupa agar dapat tetap bersama kalian dalam tiap detik dan momen terindah.

Terimakasih telah sudi menganggapku sebagai "dede" kalian.
Terimakasih telah mengajarkan, membimbing, serta memanjakan ku dengan cara kalian.
Terimakasih atas waktu terindah yang belum genap satu tahunnya, aku akan tetap merindukan kalian.

Dengan rindu,
Anak bungsu dari keempat anakmu yang juga merupakan adik perempuan dari abang, aa, dan teteh-ku.
Jakarta Barat, 19 Januari 2015, 00:27 WIB

-IJT-

1 komentar:

  1. semangaat ndaheeee, akan ada amanah amanah indah lain yang menantimu...

    BalasHapus